Jayapura, 25 Juni 2025 – Di tengah dinamika pembangunan nasional, muncul seruan dari berbagai tokoh masyarakat Papua untuk mendukung Tambang Rakyat dan Ekonomi Keluarga sebagai fondasi kemandirian ekonomi lokal. Tambang rakyat, yang dikelola secara tradisional oleh warga setempat, dinilai memiliki potensi besar dalam memperkuat struktur ekonomi keluarga Papua tanpa harus mengorbankan nilai adat dan lingkungan.
Tokoh masyarakat dari Pegunungan Tengah, Yonas Wenda, menegaskan bahwa tambang rakyat bukanlah aktivitas ilegal jika dikelola dengan bijak dan sesuai kearifan lokal.
“Kami sudah menambang emas dan bahan tambang lain secara turun-temurun. Ini bukan sekadar mencari nafkah, tapi bentuk warisan budaya yang perlu dihargai dan dilindungi negara,” ujarnya saat ditemui dalam diskusi adat di Wamena.
Potensi Ekonomi Tambang Rakyat
Data dari Balai Energi dan Sumber Daya Mineral Papua (2024) menunjukkan bahwa terdapat lebih dari 11.000 penambang rakyat aktif di wilayah Papua, tersebar di kabupaten Nabire, Intan Jaya, Yahukimo, hingga Boven Digoel. Aktivitas tambang ini, jika dikelola secara legal dan ramah lingkungan, bisa menyumbang hingga Rp 1,2 triliun per tahun terhadap ekonomi lokal.
Sementara itu, Kementerian Koperasi dan UKM mencatat bahwa sektor ekonomi keluarga seperti peternakan skala rumah tangga, pertanian pangan lokal (umbi-umbian, kopi, sagu), serta kerajinan tangan juga menunjukkan tren pertumbuhan positif. Program “Papua Berdikari” yang dicanangkan pada awal 2025 mendorong pendirian 3.000 koperasi keluarga yang terhubung langsung dengan pasar daring dan luring.
Suara Akademisi dan Gereja
Akademisi Universitas Cenderawasih, Dr. Elisa Pakage, menilai bahwa tambang rakyat dan ekonomi keluarga bisa menjadi solusi konkret dari ketimpangan ekonomi di Papua.
“Kita tidak bisa terus menunggu investasi besar datang dari luar. Justru, kekuatan ekonomi Papua sejati adalah ekonomi rakyat yang berbasis komunitas dan kearifan lokal,” jelasnya.
Senada, Sinode Gereja Kristen Injili (GKI) Tanah Papua juga menyerukan dukungan terhadap tambang rakyat yang berbasis keadilan ekologis dan sosial. Dalam pernyataan pastoralnya bulan Mei lalu, GKI meminta pemerintah tidak meminggirkan tambang rakyat dalam pengambilan kebijakan pertambangan nasional.
Ajakan kepada Pemerintah dan Masyarakat
Tokoh pemuda asal Timika, Frans Mote, menekankan perlunya legalisasi dan pelatihan teknis bagi penambang rakyat agar tidak mudah dikriminalisasi.
“Kami butuh perlindungan hukum, bukan stigmatisasi. Anak-anak Papua bisa sejahtera dari tambang dan ekonomi keluarga kalau diberi ruang dan dukungan.”
Dengan semangat kemandirian, masyarakat Papua kini mengajak seluruh pihak—baik pemerintah, LSM, gereja, maupun warga Indonesia lainnya—untuk mendukung penguatan tambang rakyat dan ekonomi keluarga sebagai jalan realistis menuju Papua yang berdaulat secara ekonomi, adil secara sosial, dan lestari secara ekologi