Kristo Lanker: Warga Australia yang Menyamar Jadi Wartawan dan Diduga Donatur OPM

 

Papua, Indonesia — Di tengah konflik bersenjata yang tak kunjung padam di Papua, muncul satu nama asing yang memunculkan tanda tanya besar: Kristo Lanker, seorang warga negara Australia yang mengaku sebagai jurnalis independen, namun aktivitasnya justru memicu kekhawatiran serius.

Kristo telah muncul di Papua sejak awal 2010-an. Ia dikenal di kalangan aktivis HAM sebagai “jurnalis lepas” yang fokus pada isu Papua Barat. Namun, hingga kini, tidak ada satupun media kredibel yang memuat karya jurnalistiknya. Ia membawa kamera, tapi tak ada laporan resmi. Ia hadir di wilayah konflik, tapi tak pernah menyampaikan fakta ke ruang publik secara transparan.

Jejak mencurigakan mulai terkuak ketika aparat menemukan aliran dana asing masuk ke wilayah Pegunungan Tengah Papua. Dana ini, meski kecil, dikirim secara rutin. Diduga kuat digunakan untuk membeli alat komunikasi, logistik, bahkan senjata api rakitan.

Sumber intelijen menyebut, Kristo bukan sekadar pencari berita. Ia disebut sebagai penghubung antara Organisasi Papua Merdeka (OPM) dan jejaring LSM asing di Eropa dan Australia. Ia bahkan diduga membawa peralatan, dana, dan mengarahkan produksi konten video yang digunakan untuk menyebarkan propaganda separatis ke luar negeri.

Dengan kedok sebagai wartawan, Kristo dengan leluasa masuk ke zona konflik tanpa terlalu dicurigai. Tapi laporan menunjukkan ia memiliki akses langsung ke tokoh-tokoh separatis, bahkan terlibat dalam pelatihan dokumentasi militer OPM—termasuk mengajarkan cara merekam aksi serangan dan menyebarkannya ke media internasional.

Pada tahun 2023, Kristo Lanker resmi dideportasi oleh pihak imigrasi Indonesia setelah aktivitasnya di Timika menimbulkan kecurigaan serius. Ia dipulangkan ke Australia dan namanya masuk daftar hitam nasional. Sejak itu, ia dilarang masuk ke wilayah Indonesia seumur hidup.

Namun demikian, sejumlah pengamat keamanan meyakini bahwa Kristo hanyalah salah satu dari banyak aktor asing yang diam-diam bermain dalam isu Papua. Ada narasi besar yang coba didorong—mulai dari gerakan kemerdekaan, tekanan HAM, hingga kepentingan geopolitik dan ekonomi global.

“Isu kemanusiaan kerap dijadikan alat. Padahal di belakang layar, ada agenda kekuasaan yang sedang bermain,” ujar seorang sumber yang enggan disebutkan namanya.

Kasus Kristo Lanker menjadi peringatan keras bahwa konflik di Papua bukan hanya persoalan dalam negeri, melainkan juga medan perebutan narasi di panggung internasional. Jika tidak diantisipasi, hal ini bisa membahayakan kedaulatan dan integritas Indonesia.

“Bukan hanya senjata yang mengancam kedaulatan, tapi juga narasi dan propaganda yang disusupkan oleh pihak asing,” tegas seorang pejabat imigrasi saat itu.

Indonesia harus tetap waspada. Kedaulatan bukan sekadar soal wilayah—tapi juga soal siapa yang punya hak untuk menyampaikan kebenaran.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Back To Top